Bukan, ini bukan review handphone seperti yang kamu kira. Ini hanya sekedar tulisan yang akan membuat saya mengenang seluruh handphone yang pernah saya pakai. Mengapa saya memilih handphone tersebut? dan mungkin juga kekurangan dari alat komunikasi sejuta umat pilihan saya.
Samsung Anycall SH-800 (AMPS)
Handphone pertama yang pernah saya pegang, walaupun tidak saya miliki. Samsung Anycall seri SH-800, menggunakan jaringan AMPS atau sekarang lebih dikenal dengan CDMA. Dulu handphone ini tidak memiliki kartu, yang artinya nomornya diinject ke dalam devicenya.
Handphone ini milik Bapak saya. Yang memang cukup aktif dalam urusan telpon menelpon di pekerjaannya.
Hingga akhirnya handphone ini tutup usia, karena providernya gulung tikar. AMPS punah.
Bangkai handphone ini masih ada hingga sekarang.
Motorola V50
Lulus SMA waktu itu, om saya menghadiahi sebuah handphone GSM. Dimana saya harus membeli sendiri kartu perdana yang saat itu harganya mencapai 35rb rupiah dalam kondisi 0 pulsa. Kartu perdana mentari itu, nomornya masih saya pakai hingga sekarang.
Handphone ini memang bukan baru, bahkan sudah cukup jadul, dimana sedang ngetren-ngetrennya Nokia 3310 dan jajarannya. Untuk mengetik SMS cukup ribet, karena masih harus mengguakan berbagai kombinasi Fn + tombol lain.
Pada akhirnya handphone ini ditukar oleh om saya, dengan handphone yang nantinya cukup lama menemani saya.
Siemens C45
Bahkan handphone seri ini cukup legendaris di kalangan programmer, karena support dengan AT Command dipadu dengan aplikasi VisSie yang saat itu sangatlah kaya akan fitur. Bisa backup SMS, phonebook, bikin ringtone, dan masih banyak lagi.
Sony Ericsson J200
Sony Ericsson J200 ini merupakan handphone baru pertama yang pernah saya pegang. Sebelumnya sih secondhand terus. Kembali om saya yang meminjamkan ini pada saya.
Walaupun desainnya sangat stylish, dan layarnya sudah berwarna cukup jernih, namun saya kurang begitu suka dengan hape ini. Kenapa? satu-satunya alasan, karena Sony Ericsson merupakan merk hape yang susah dioprek. Pada akhirnya hape ini jatuh ke tangan adik saya satu-satunya.
Siemens M55
Saya lupa siapa yang memberi saya hape ini. Mungkin om saya yang lain. Maklum saya mempunyai 7 orang om yang berbeda.
Handphone ini juga cukup asyik digunakan. Kembali karena Siemens mudah dioprek. Dengan dukungan layar warna dan polyphonic ringtonenya, saya cukup menikmati masa-masa mengoprek hape ini.
Pada akhirnya hape ini saya kembalikan ke om saya, setelah saya bisa membeli handphone selanjutnya.
Motorola C381
Motorola C381 ini merupakan handphone pertama yang saya beli sendiri dengan uang tabungan saya. Maklum uang saku kuliah yang saat itu hanya 100rb sebulan, cukup sulit menyisihkan untuk menabung.
Hape ini saya beli di Mrican Gejayan, yang terkenal sebagai pusat jual beli hape bekas. Setelah beberapa bulan ngulik halaman tengah tabloid PULSA, akhirnya diputuskan berburu Motorola C381.
Alasannya, desainnya keren saat itu, sudah mendukung ringtone mp3 (atau lebih tepatnya compressed WAV) dan tentu saja mudah dioprek. Hingga saya aktif di sebuah forum oprek motorola kala itu.
Hape ini mengakhiri ajalnya, pada saat saya install ulang ROM nya dan IC-nya overheat.
Nokia 5510
Setelah kejadian overheat hape sebelumnya, akhirnya saya disumbang oleh bapak saya untuk beli hape lain. Akhirnya pilihan jatuh pada Nokia 5510 karena support MMC dan bisa memutar MP3.
Tidak banyak keistimewaan hape ini, terlebih karena, sama seperti Sony Ericsson, Nokia tidak mendukung aktivitas oprek-mengoprek.
Hape ini menemani hingga saya lulus D3, dan menjadi sebuah guru honorer.
O2 Zinc PDA
Menjadi guru honorer memang bukan profesi yang menjanjikan dari segi pendapatan. Namun setelah terdaftar menjadi guru honorer daerah (honda), saya mendapat subsidi dari pemerintah, sebesar 250 ribu setiap bulan. Dimana tahun pertama dirapel, hingga mendapat sekitar 3jt rupiah. Wow, saat itu nilai yang cukup besar. Dan akhirnya saya belikan handphone baru, atau lebih tepatnya PDA.
Pilihan jatuh pada O2 Zinc, karena saya sangat nyaman dengan keypad qwerty. Kembali saya membeli barang bekas di Moses Gatotkaca, Mrican.
Hape ini menemani saya lebih dari 2 tahun hingga saya pindah kerja sebagai programmer di sebuah perusahaan swasta asing. Hape ini cukup sensasional bagi saya, karena mengajarkan saya banyak teknologi berbasis Windows CE atau kemudian disebut Windows Mobile. Benar-benar sebuah komputer mini. Apapun yang ada di PC, bisa saya buka juga di hape.
Samsung Galaxy Ace S5830
Setelah kurang lebih setengah tahun menjadi programer, pada akhirnya saya luluh juga, atas bisikan rekan kerja. Saat itu sedang hype sistem operasi Android. Dan akhirnya saya membeli hape baru, yaitu Samsung Galaxy Ace. Saat itu harganya sekitar 3jt rupiah. Entah kenapa saya memang cocok dengan hape senilai 3 jutaan.
Pada akhirnya hape ini saya berikan kepada adik saya yang hapenya rusak.
Motorola Photon 4G
Dengan saran dari teman, saya memutuskan untuk membeli Motorola Photon 4G seharga 2.7jt bekas di Forum Jual Beli Kaskus. Wow, hape ini sangat bagus, dari hasil kameranya, performanya, dan tampilan layarnya saat itu. Hape ini bertahan cukup lama hingga saya pindah kerja di tempat kerja saya yang sekarang.
HTC One M7
Tidak lama setelah saya menikah, istri saya menyarankan untuk ganti hape. Karena hape yang lama sudah cukup sering bermasalah.
Akhirnya saya membeli HTC One M7 seharga 2.9 jt bekas. Lagi-lagi melalui FJB Kaskus. Waktu itu belum ada marketplace lain yang terpercaya. Hape ini sangat super. Layarnya sangat istimewa, multimedianya ciamik, dan kamera depannya sangat jernih. Sayang sejuta sayang, hape ini memiliki penyakit, yaitu Purple Tint di kamera belakangnya. Sehingga membuat hasil foto kamera belakang menjadi keunguan.
Pada akhirnya hape ini terjual pada istri seorang dokter, yang memang ingin mengganti hape lamanya dengan seri yang sama, yang sudah rusak.
Meizu M2
Setelahnya, saya membeli Meizu M2 melalui marketplace Bukalapak. Satu-satunya alasan, karena hasil kamera hape ini sangatlah amazing. Bahkan semangat fotografi saya kembali hidup setelah meminang hape ini.
Tidak ada kekurangan dalam hape ini selain RAM 2GB lambat laun mulai tergerus. Hape ini berpindah tangan ke salah satu teman saya.
ZTE Nubia M2
Kebutuhan RAM yang besar membuat saya tertarik dengan hape ini. Tidak lupa fitur kameranya yang ciamik. Kamera depannya memang sangat baik. Sayangnya hasil tangkapan kamera belakang tidak bisa mengimbangi kamera depannya. Bukan sebuah hape yang bisa saya rekomendasikan. Pada akhirnya hape ini sering berpindah tangan, sebagai hape sementara. Hingga akhir hayatnya.
Redmi Note 5 Pro
Awal-awal saya tidak begitu menyukai merk Redmi ini. Pinginnya sih beli seri Mi, namun sayang seri Mi tidak mendukung tambahan slot micro sd. Namun setelah kemunculan Redmi Note 5 Pro ini, membuat saya tertarik untuk membelinya. Apalagi varian 4/64 yang saat itu hanya sekitar 3.5 jutaan sangat menggiurkan. Hasil kameranya, fantastis, depan belakang. Performanya ngebut dengan chipset Snapdragon.
Redmi Note 10 Pro
Handphone ini adalah daily driver saya pada saat tulisan ini dibuat. Sebuah upgrade yang cukup sesuai dari hape saya sebelumnya. Sempat ingin upgrade sewaktu Redmi Note 8 Pro keluar, namun bentuk desainnya, saya kurang suka.
Hape ini sangat sangat saya rekomendasikan. Saya membeli varian 8/128 yang hingga saat ini belum pernah sekalipun mengecewakan. Bahkan untuk edit foto dan video. Belum lagi hasil kameranya yang sangat ciamik. Bahkan istri saya sering meminta foto menggunakan hape ini daripada Iphone X miliknya.
Lalu kira-kira hape apa yang selanjutnya akan saya pakai? Kelak akan saya update, kalau tidak lupa.